Selasa, 19 Mac 2013

PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI JEPANG


Pokok permasalah
1.      Bagaimana  Sejarah Islam di Jepang?
2.      bagaimana Tokoh, mualaf dan Organisasi di jepang?
3.      bagaimana Mesjid di Jepang?
4.      Berapakah  Jumlah peduduk muslim di jepang?
5.      Bagaimana Wilayah Muslim di jepang?
6.      Bagaimanakah keadaan islam pada Masa Keemasan?
7.      Bagaimana keadaan islam pada Masa Suram?
8.      Bagaimana hukum  Toleransi beragama di jepang?
9.      apakah Kendala umat Islam di Jepang?




pendahuluan :
            Seorang tokoh Islam asli Jepang, Prof. Hassan Ko Nakata sendiri mengatakan dengan terus terang kesulitan menyebarkan Islam di negara tersebut yang diistilahkannya dengan ungkapan "Seperti mendakwahi batu", nyaris tidak bergeming.
            Dari 200.000 orang penduduk muslim di Jepang,  : Menurut Michael Penn, "Islam in Japan: Adversity and Diversity," Harvard Asia Quarterly, Vol. 10, No. 1, Winter 2006. menyebutkan bahwa : sebagian besar umat Islam di Jepang (90%) adalah pendatang, sedangkan penduduk asli Jepang sendiri yang memeluk Islam diperkirakan tidak lebih dari 10%. ( Sumber : Wikipedia : Islam in Japan ) Jadi kalau perkiraan ini benar maka jumlah pemeluk Islam yang berasal dari penduduk asli adalah sekitar 7.000-20.000 orang.


Sejarah Kedatangan Islam di Jepang
Menurut tulisan yang saya kutip dari ceramah salah seorang wakil duta besar Jepang untuk Indonesia yang berjudul "Hubungan Islam dengan Jepang", menyebutkan bahwa agama Islam mulai masuk ke Jepang diperkirakan sekitar zaman Restorasi Meiji (1867), ditandai dengan masuknya literatur literatur mengenai Islam yang berasal dari Eropa atau China, mulai diterjemahkan dan masuk ke Jepang.
Berikut saya kutip isi artikel di atas lebih lengkap : [" Kemudian, pada tahun 1890 (seribu depalan ratus sembilan puluh), terjadi sebuah peristiwa yang mempertemukan Jepang dan Islam. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa Kapal Ertogrul. Sebuah kapal Turki karam di perairan Jepang. Dari 600 (enam ratus) penumpang, hanya 69 (enam puluh sembilan) yang selamat. Pemerintah maupun rakyat Jepang bersama-sama berusaha menolong para penumpang yang selamat dan mengadakan upacara penghormatan bagi arwah penumpang yang meninggal dunia. Mereka yang selamat, akhirnya dapat kembali ke negara mereka berkat sumbangan yang berhasil dikumpulkan dari seluruh rakyat Jepang. Peristiwa ini menjadi pencetus dikirimnya utusan pemerintah Turki ke Jepang pada tahun 1891 (seribu delapan ratus sembilan puluh satu). Hubungan yang sangat baik dengan Turki ini, juga membawa kemenangan bagi Jepang dalam peperangan dengan Rusia yang dimulai pada tahun 1904 (seribu sembilan ratus empat). Dikatakan, pada saat armada kapal kekaisaran Rusia melintasi laut Baltik, Turki memberitahukan hal tersebut kepada Jepang, dan karena itu, Jepang meraih kemenangannya. Setelah peristiwa tersebut, yaitu sekitar tahun 1900-an, untuk pertama kalinya warga muslim Jepang pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji. Sejak saat itu, Islam mulai dikenal secara luas.."]
Hubungan baik antara Turki dan Jepang ini tampaknya berlanjut hingga sekarang dan orang Turki merupkan salah satu dari ethis asing yang cukup dijumpai di negara tersebut.  Kemudian tahun 1955, beberapa ulama dari Pakistan datang ke Jepang dan berdakwah di sejumlah kota besar, membuat agama Islam mulai dikenal lebih luas di Jepang.
 Mesjid di Jepang
Di negara jepang saat ini terdapat ratusan buah mesjid dengan jumlah terbanyak terletak di daerah Tokyo. Mesjid tertua di Jepang adalah mesjid Kobe yang didirikan tahun 1928 oleh pedagang dari India, sedangkan mesjid tertua di Tokyo adalah Masjid Jamii yang dibangun tahun 1938 didirikan oleh orang Turki dengan mendapat sokongan penuh pemerintahnya. (sumber : wikipedia). Mesjid terbaru sekarang adalah Mesjid Gifu, propinsi Aichi, yang terkenal dengan industri otomotifnya. "Proyek pembangunan masjid ini menelan biaya sebesar 129 juta yen atau setara 1,1 juta dolar AS" (sumber : berita antara).
Dari segi bentuk fisik, mesjid yang ada di Jepang hampir tidak ada perbedaannya dengan mesjid umumnya yang ada di tanah air, besar, megah dan indah serta tidak ketinggalan bangunan menara dan kubah besarnya. Namun perlu dicatat bahwa mesjid dengan katagori seperti di atas jumlahnya tidaklah banyak karena sebagian besar lainnya hanyalah berupa bangunan sederhana berupa rumah, apartement atau ruangan kosong yang disewa secara patungan oleh beberapa orang.
Karena membuat keributan dan kebisingan adalah dilarang di negara tersebut (berlaku juga untuk agama lain) maka praktis suara azan hanya terdengar di dalam ruangan mesjid saja. Hal ini mungkin akan menjadi salah satu perbedaan paling utama kalau dibandingkan dengan kondisi mesjid di Indonesia.
Jumlah penganut Islam di Jepang
Ini merupakan bagian yang paling sulit untuk dijawab karena tidak ada catatan atau penghitungan resmi tentang hal ini. Tidak seperti di negara kita dimana agama adalah merupakan identitas wajib yang harus dimiliki oleh setiap orang, kondisi di Jepang adalah sebaliknya. Agama adalah urusan pribadi yang sama sekali tidak diatur oleh pemerintah. Sensus, angket atau pertanyaan tentang agama yang dilakukan oleh badan resmi negara dipastikan tidak akan pernah ada. Jadi jawaban pasti dari jumlah penduduk muslim di Jepang tidak akan pernah bisa didapatkan. Namun menurut perkiraan atau klaim yang dibuat oleh Islamic Center di negara tersebut menyebutkan angka sebesar 70.000 s/d 200.000 orang.
Muslim Jepang Asli
Dari 200.000 orang penduduk muslim di Jepang, apakah seluruhnya merupakan orang (asli) Jepang atau penduduk pendatang ? Pertanyaan yang sepertinya sangat menarik dan paling ditunggu tunggu. Namun sekali lagi pembaca tidak akan pernah mendapat jawaban yang pasti. Berikut catatannya lebih lengkap :
Menurut Michael Penn, "Islam in Japan: Adversity and Diversity," Harvard Asia Quarterly, Vol. 10, No. 1, Winter 2006. menyebutkan bahwa : sebagian besar umat Islam di Jepang (90%) adalah pendatang, sedangkan penduduk asli Jepang sendiri yang memeluk Islam diperkirakan tidak lebih dari 10%. ( Sumber : Wikipedia : Islam in Japan ) Jadi kalau perkiraan ini benar maka jumlah pemeluk Islam yang berasal dari penduduk asli adalah sekitar 7.000-20.000 orang.
Menurut Direktur Jenderal Institute of Developing Economic (IDE), Dr Sadashi Fukuda memperkirakan jumlahnya sekitar 10.000 orang. Kosei Morimoto, Ph.D menyebut kisaran angka 12.000 s/d 15.000. orang. Asisten Sekretaris Pres Direktur Devisi Pers Internasional Mentri Luar Jepang, Chiba Akira memperkirakan hanya sekitar 5.000-an. Tapi Imam Masjid Kobe, Mohsen Shaker, yakin jumlah umat Islam di seluruh Jepang, mencapai 20.000-an atau bahkan mungkin lebih, katanya lebih lanjut. (Sumber : Harian Pagi Fajar, Makasar : Warna-Warni Kehidupan Beragama di Jepang)
Menurut Hassan Ko Nakata, proffesor dan guru besar tentang study Islam mengatakan " Di Jepang tidak ada organisasi tunggal untuk Muslim Jepang. Juga tidak ada angka pasti berapa sebenarnya jumlah Muslim di Jepang. Tapi angka perkiraannya sekitar 70.000. Jumlah terbesar adalah Muslim dari Indonesia, sekitar 20.000 orang. Muslim asli Jepang sendiri diperkirakan hanya 7.000 orang dimana kebanyakan dari mereka masuk Islam melalui pernikahan dengan pasangan Muslim dari luar Jepang. Dari jumlah itu, hanya sekitar 500 orang yang terorganisasi di bawah Japan Muslim Association, sebuah organisasi Islam terbesar dan tertua di Jepang. Jadi, Muslim Jepang benar-benar minoritas mutlak. Keberadaannya di tengah-tengah masyarakat Jepang nyaris tak terperhatikan dan diabaikan. . . . ". Di bagian lain beliau juga mengatakan bahwa tokoh Islam (penduduk asli) sebelumnya, hampir sebagian besar tidak meninggalkan keturunan.
Dari websitenya Bapak Ishizawa Takeshi menyebutkan : "Menurut Shukyo Nenkan (Almanak Agama) diterbit dari Departmen Pendidikan dan Kebudayaan Jepang yang versi tahun 1996, jumlahnya pemeluk Islam adalah Islamic Center Japan : 2600 orang, Japan Muslim association: 120 orang"
Berikut saya kutipkan sebagian dari artikel yang berjudul "Islam di Jepang, sebuah perjalanan panjang". Ditulis oleh Kartika Lestari dan dimuat di site PMIJ (Persaudaraan Muslim Indonesia Jepang) : "Walaupun banyak organisasi Islam yang didirikan sejak tahun 1900-an, masing-masing hanya memiliki sedikit anggota yang aktif. Tidak ada estimasi yang dapat dipercaya (akurat) tentang populasi Muslim Jepang. Data yang menyatakan bahwa jumlah total Muslim Jepang adalah 30.000 orang terlalu dilebih-lebihkan. Beberapa orang menyatakan bahwa jumlah total populasi Muslim Jepang sebanyak hanya ada beberapa ratus orang. Mungkin ini merupakan jumlah Muslim Jepang yang benar-benar mempraktekkan Islam. Ketika diminta untuk memberikan estimasi mengenai jumlah Muslim Jepang yang sebenarnya, Abu Bakar Marimoto mengatakan bahwa total jumlah mereka seluruhnya seribu orang, jika kita tidak melakukan pengecualian terhadap mereka yang masuk Islam karena pernikahan dan mereka yang tidak mempraktekkan Islam dengan sungguh-sungguh, mungkin jumlahnya mencapai beberapa ribu orang."
Dari sejumlah sumber yang saya kutip di atas, sepertinya sudah cukup jelas bahwa sangat sulit untuk memberikan angka yang jelas karena setiap sumber memberikan jumlah angka yang bervariasi. Islamic Center di Jepang sepertinya memberikan penjelasan yang paling tepat : "Jawabanya sangat tergantung dari pihak mana yang Anda tanya ".
Wilayah dengan penduduk muslim
. Mesjid yang berdiri di sejumlah tempat, kota ataupun desa sama sekali tidak bisa dijadikan indikasi bahwa disekitar areal tersebut adalah konsentrasi penduduk muslim. Tentu saja karena pendirian tempat ibadah di negara tersebut relatif mudah dalam arti tidak harus didirikan di tengah warga dengan agama yang sama.
Kebanyakan dari umat muslim yang ada di Jepang adalah para pendatang dengan profesi yang beragam namun umumnya adalah pelajar, pekerja bisnis, tenaga kerja magang, serta staff kedutaan beserta keluarga. Mereka tinggal dan tersebar di banyak tempat namun umumnya terkonstrasi di kota besar seperti Tokyo, Nagoya, Osaka, Hirosima, Kobe serta wilayah lainya yamg memiliki komplek industri seperti Hamamatsu atau komplek peternakan seperti Hokkaido.
Cukup menarik untuk diketahui bahwa komposisi terbesar dari penduduk muslim di Jepang ternyata adalah warga Indonesia yaitu sekitar 20.000 an (sumber lihat di atas). Angka ini sepertinya masuk akal karena setelah saya bandingkan dengan catatan dari kedutaan besar Jepang di Jakarta menyebutkan bahwa jumlah warga negara Indonesia yang tinggal di Jepang : 23.890 per Desember 2004.
 Tokoh, Mualaf dan Organisasi Islam di Jepang
 Tokoh, Mualaf dan Organisasi Islam di Jepang  Siapakah orang Jepang pertama yang memeluk Islam ? Sejumlah nama yang bisa dicatat adalah : Torajiro Yamada (tanpa catatan tahun), Mitsutaro Takaoka tahun 1909 kemudian Bunpachiro Ariga (1946), Hilal Yamada Torajiro (1957), Nurullah Tanaka Ippei (1934) dan masih banyak lagi (sumber : tidak dicatat). Orang Jepang muslim yang naik haji pertama kali adalah Haji Kataro Yamaoka. (sumber : Berita Antara).
Sedikit catatan, mengambil sample para mualaf periode awal, kebanyakan adalah perorangan sehingga hampir tidak seorangpun yang melahirkan keturunan. Mungkin hal inilah yang menyebabkan perkembangan agama ini di kalangan penduduk asli relatif sangat lambat.
Sedangkan organisasi muslim pertama adalah Japan Muslim Association berdiri di tahun 1953 bawah pimpinan Sadiq Imaizumi dengan jumlah anggota sebanyak 65 orang.
Adakah artis atau orang Jepang terkenal yang beragama Islam ? Pertanyaan yang cukup sering saya dapatkan dari pembaca. Pertanyaan tidak mudah tentu saja. Hal ini disebabkan karena sifat sangat tertutup dari orang Jepang tentang data personal terlebih lagi dalam urusan agama. Kalau tidak si-artis sendiri yang ngaku, maka kita nyaris tidak akan tahu agama yang dianut oleh seseorang. Namun jawaban sepertinya saat ini belum ada artis Jepang yang beragama Islam. Saya yakin kalau seandinya ada artis atau tokoh Jepang beragama Islam maka tentunya sudah menjadi berita heboh dan marak di dunia maya Indonesia.

Masa keemasan Islam di Jepang
Setelah perang dunia kedua, perkembangan Islam di Jepang mulai mencapai masa keemasan karena diberitakan saat itu banyak tentara yang bertugas di negara lain yang memeluk Islam dan kemudian mendirikan organisasi agama serta menyebarkannya agama barunya itu ke masyarakat luas. Kemudian pada setelah terjadinya krisis minyak tahun 1973, karena perhatian Jepang mulai beralih ke negara negara penghasil minyak yang sebagian besar adalah negara arab..
Kemudian ada juga sumber lain yang menambahkan keterangan sedikit berbeda yaitu perkembangan Islam di Jepang juga menunjukkan kenaikan setelah peristiwa 11 September 2001, serta setelah perang teluk. yang berakhir dengan dikuasainya Irak oleh pasukan Amerika. Pendapat menarik lanya mengatakan bahwa saat inilah perkembangan Islam mencapai puncaknya karena tiap hari mesjid dilaporkan tidak pernah sepi dari kunjungan orang Jepang yaitu sekitar 50 orang perhari yang ingin berpindah memeluk agama Islam. (Sumber lengkap tidak dicatat)

Masa suram Islam di Jepang
Perkembangan Islam di Jepang juga pernah menjadi sorotan karena beberapa kasus seperti pembunuhan Hitoshi Igarashi tanggal 11July 1991 yang sangat menghebohkan.  Beliau adalah seorang dosen bidang Study Islam yang menerjemahkan buku Ayat Ayat Setan, ditemukan meninggal berlumuran darah di dekat ruang kerjanya yaitu di Universitas Tsukuba Ibaraki. Kasus ini mendapat sorotan yang luas dan melibatkan investigasi besar besaran namun pelakunya masih tetap misteri sampai akhirnya kasusnya ditutup pada tanggal 11July 2006. Menurut undang undang di Jepang kasus kriminal dianggap selesai dan kasusnya akan ditutup setelah melewati waktu 15 tahun. Kasusnya bisa dibaca disini
Kasus lainnya yang juga menjadi sorotan adalah terbunuhnya Kazuya Ito, seorang tenaga sukarelawan proyek irigasi di Afganistan tahun 2008. Pembunuhnya yang mengatasnamakan kelompok Islam tersebut menculik tenaga sosial tersebut sehabis bekerja. Namun sebetulnya jauh sebelum itu kecurigaan orang Jepang terhadap kegiatan agama sudah cukup besar seperti perang dan kekerasan atas nama agama di sejumlah negara Arab, Philipina ataupun Indonesia serta kasus yang sangat terkenal penghancuran situs bersejarah di lembah Bamyan, membuat perkembangan agama Islam di negara tersebut sangat tidak menguntungkan.
Kemudian kasus lainya yang paling terkenal adalah adalah peristiwa serangan 11 September 2001 yang menyebabkan 24 orang Jepang tewas. Kasus ini cukup unik sekaligus juga membingungkan khususnya dalam hubungannya dengan Islam di Jepang. Beberapa site menyebutkan setelah peristiwa 11 September 2001, memicu banyak orang Jepang yang memeluk Islam, namun sebagaian kecil lagi memberikan agrumen yang sebaliknya, jadi agar tidak menimbulkan perdebatan rasanya cukup adil kalau saya tulis keduanya. Di sub ini saya memakai sumber dari koran online The Japan Times .
Sedikit catatan, salah seorang pelaku 11 Septermber pernah bermukim di negara tersebut. Beberapa laporan inteligen beberapa kali melaporkan bahwa Jepang merupakan salah satu target serangan mereka dan bulan Mey 2004, 4 orang yang anggota atau simpatisan Al Qaida telah tertangkap di negara tersebut (Sumber CNN). Jadi bisa dibayangkan sejak kejadian tersebut, aktivitas keagamaan menjadi semakin diawasi.
Sebenarnya jauh sebelum itu yaitu sejak kasus serangan gas sarin oleh kelompok agama Aum Shinrikyo bulan March 1995, masyarakat Jepang sudah cukup alergi dengan kegiatan atau kelompok yang berbau agama jadi setelah beberapa kasus lain yang muncul kemudian seakan menambah panjang daftar kecurigaan tersebut. Walaupun kasus terakhir dan juga kasus lainya sama sekali tidak berkaitan dengan Islam namun bagi mereka (sepertinya) adalah sama saja. Jadi untuk mengubah stereotip miring semacam ini tentu saja tidaklah mudah.

Toleransi dan kemudahan beragama di Jepang
Salah satu sebab agama Islam bisa berkembang pesat di Jepang adalah karena bagusnya iklim tolerensi yang ada di masyarakat di negara ini dan jaminan dari pemerintah sendiri tentang kebebasan beragama. Kebebasan yang dimaksud adalah dalam arti luas termasuk juga bebas untuk tidak memeluk agama apapun. Orang Jepang secara umum bisa dikatakan tidak mengenal agama, jadi tentu saja tidak akan ada fanatisme agama dalam diri mereka. Agama hanyalah sekedar aktivitas budaya yang tidak akan tercatat pada dokument identitas apapun.
Salah satu contoh menarik tentang toleransi adalah kasus seorang muslim dari Malaysia, Nik Yusof, yang meninggal saat tragedi bom Hiroshima 6 Augustus 1945, makamnya justru dibuat dan dipelihara oleh pengurus kuil Buddha. (sumber : surat kabar online, The Star, Malaysia). Kemudian contoh yang lebih umum, kuburan muslim di Yamanashi Tokyo berhasil dibangun berkat jasa dari Umat Buddha sekte Sotoshu. Makam seluas 4.800 meter persegi yang saat ini berisi sekitar 120 makam terletak di areal makam milik Kuil Monjuin, Koshu. (Sumber : The Yamiuri Shinbun).
Kemudian hampir semua tempat ibadah atau mesjid yang berdiri sekarang adalah terletak di tengah komunitas penduduk asli yang notebene bukan pemeluk muslim. Jadi hal ini mungkin merupakan salah satu contoh yang paling mudah. Jadi kalau seandainya aturan pendirian tempat ibadah diperketat atau setidaknya seperti aturan di Indonesia, mungkin mesjid tidak akan pernah ada di negara tersebut.
Menurut pendapat saya pribadi, orang Jepang rata rata sangat toleran terhadap adat dan kepercayaan negara lain dan disamping itu mereka juga selalu ingin tahu tentang hal baru. Program siaran di televisi tentang budaya negara lain bisa kita temukan dengan mudah seperti kehidupan dunia arab ataupun kehidupan di Indonesia. Walaupun sulit dimengerti karena sangat berbeda dengan pola pikir mereka setidaknya mereka mencoba untuk memahaminya. Sekali lagi hanya pendapat pribadi.
Berikut saya kutipkan beberapa pendapat yang ditulis oleh rekan lain :
(dikutip dari : Republika : Islam berkembang pesat di Jepang ) "Kebebasan beragama yang telah dinikmati oleh masyarakat Jepang selama ini, punya andil yang cukup besar bagi diterimanya Islam di Jepang. Masyarakat Jepang dengan bebas dapat memeluk Islam sebagai agama. Lebih dari, kondisi masyarkat Jepang yang cukup toleran dan lebih mengutamakan akal dan logika lebih memudahkan mereka menerima kebenarna Islam yang ajarannya memang tidak bertentangan dengan akal sehat. Karena berpikir logis itu pula yang menjadikan masyarakat Jepang tidak terpengaruh dengan isu terorisme Islam yang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu." (dikutip dari : http://islamlib.com/id/artikel/berbahasa-arab-di-jepang/ ) "Saya sempat berkunjung ke sebuah perpustakaan swasta, Toyo Bunko atau Oriental Library, yang didirikan dan dibiayai oleh keluarga perusahaan besar, Mitsubishi. Perpustakaan ini mempunyai koleksi ratusan ribu buku tentang kebudayaan timur dalam pelbagai bahasa. Saya diajak keliling oleh Direktur Riset, Prof. Tsugitaka Sato, ke seluruh ruangan perpustakaan, melihat koleksi ratusan ribu buku dan manuskrip tua yang menakjubkan. Prof. Sato menghadiahkan sebuah buku yang baru ditulisnya, tentang sosok seorang wali besar dari Asia Tengah, yaitu Ibrahim b. Adham. Sayang sekali, saya tidak paham bahasa Jepang sehingga tak bisa menikmatinya. Bagi anak-anak pesantren, sudah tentu tokoh Ibrahim b. Adham ini sangat dikenal. Saya benar-benar kaget, ternyata tradisi kajian Islam di Jepang cukup berkembang dengan baik dan kukuh. Inilah yang menjelaskan kenapa muncul beberapa sarjana Islam Jepang dalam tingkatan yang sejajar dengan para sarjana Islam di Barat, seperti Pro. Toshihiko Izutsu atau Sachiko Murata, pengarang buku The Tao of Islam yang terkenal itu"

Kendala Umat Islam di Jepang Saat Ini
Banyak kalangan berpendapat bahwa kesulitan terbesar umat Islam di Jepang adalah kurangnya tempat ibadah. Kebanyakan mesjid yang ada sangat jauh dari tempat tinggal atau tempat mereka bekerja.
Sedangkan kendala lain seperti makanan halal misalnya sama sekali tidak dianggap masalah serius karena makanan jenis ini relatif mudah ditemukan khususnya lewat toko online. (Sumber artikel : tidak dicatat). Sedangkan khusus untuk kasus diskriminatif yang dialami oleh penduduk asli yang beralih menjadi muslim (sepertinya) hampir tidak ada. Sekali lagi agama adalah masalah personal bagi orang Jepang dan negara ataupun masyarakat sama sekali tidak akan ikut campur di dalamnya.


Kesimpulan :
            Setelah perang dunia kedua, perkembangan Islam di Jepang mulai mencapai masa keemasan karena diberitakan saat itu banyak tentara yang bertugas di negara lain yang memeluk Islam dan kemudian mendirikan organisasi agama serta menyebarkannya agama barunya itu ke masyarakat luas. Kemudian pada setelah terjadinya krisis minyak tahun 1973, karena perhatian Jepang mulai beralih ke negara negara penghasil minyak yang sebagian besar adalah negara arab..
Kemudian ada juga sumber lain yang menambahkan keterangan sedikit berbeda yaitu perkembangan Islam di Jepang juga menunjukkan kenaikan setelah peristiwa 11 September 2001, serta setelah perang teluk. yang berakhir dengan dikuasainya Irak oleh pasukan Amerika. Pendapat menarik lanya mengatakan bahwa saat inilah perkembangan Islam mencapai puncaknya karena tiap hari mesjid dilaporkan tidak pernah sepi dari kunjungan orang Jepang yaitu sekitar 50 orang perhari yang ingin berpindah memeluk agama Islam.


Daftar pustaka :

PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI CINA


Pokok permasalahan
1.      Bagaimana penyebaran agama islam di cina ?
2.      Bagaimana suku – suku yang beragama islam di cina?
3.      Awal mula islam bersemi di dataran cina?
4.      Bagaimana kondisi Agama islam pada zaman dinasti song ?
5.      Bagaimana saat Masa Surut Islam di Daratan Cina?

6.       
Pendahuluan
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hamper semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.


Para ahli sejarah sepakat bahwa Islam masuk ke Tiongkok (Cina) pada awal abad pertama Hijriyah (abad ke-7 M), tepatnya pada tahun 618 M, yakni pada masa pemerintahan Dinasti Tang (618-907 M). Pendapat ini menyatakan pula bahwa Islam masuk ke Cina dibawa oleh sahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas dengan rombongannya yang berjumlah 15 orang. Islam masuk ke Cina melalui dua jalur utama, jalur darat disebut dengan Jalur Sutera dan jalur laut melalui pelayaran yang disebut dengan Jalur Lada.
Sejarawan Kwantung mencatat kedatangan muslim pertama di Cina terjadi pada permulaan pemerintahan dinasti Tang. Dalam catatan mereka disebutkan banyaknya orang asing dari kerajaan Annam, Kamboja, Madinah dan beberapa negara lainnya datang ke Canton. Orang-orang asing ini menyembah langit dan tidak menyembah patung, berhala, maupun gambar-gambar di tempat peribadatan mereka. Kerajaan Madinah terletak di dekat India dan di kerajaan ini lahir agama orang-orang asing ini yang berbeda dengan asal-usul agama Budha. Mereka tidak makan daging babi dan tidak pula minum arak. Kini para pemeluk agama ini disebut Hui-Hui.
Kedatangan Islam ke Cina tercatat dalam kitab sejarah Chiu T’hang Shu yang menyebutkan bahwa Cina pernah menerima kunjungan diplomatik dari orang-orang Ta Shih (Arab) yang diutus oleh Tan mi mo ni’ (Amirul Mukminin), yakni Khalifah Utsman bin Affan.  Utsman menugaskan Sa'ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina. Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton, masjid pertama di daratan Cina. Pada masa Dinasti Tang, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya, sehingga dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.
Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti 'agama yang murni' dan menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran Buddha Ma-hia-wu (Nabi Muhammad SAW).
Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song berkuasa, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim.
Cina yang sebelumnya terkenal dengan nama RRC (Republik Rakyat China ) terletak di wilayah Asia Timur berbatasan dengan 14 negara tetangga Korea Utara, Mongolia, Rusia, Vietnam, Laos, Birma, India, Bhutan, Nepal, Pakistan dan negara-negara lainnya. Agama Islam telah tersebar di China selama lebih 1300 tahun.
Suku beragama islam
Suku islam di cina
Di China, terdapat 10 suku bangsa yang beragama Islam, termasuk etnik Huizu, Uygur, Kazakh, Kirgiz, Tajik, Uzbek, Tatar dan lain-lainnya. Penduduk Islam tinggal di merata tempat di seluruh China, terutamanya di bagian barat laut China, termasuk provinsi Gansu, Qinghai, Shanxi, Wilayah Autonomi Xinjiang dan Wilayah Autonomi Ningxia. Agama Islam sudah tidak asing bagi penduduk di negara ini. Ia telah menjadi salah satu agama yang penting di China.
Awal mula islam bersemi di dataran cina
Terdapat beberapa versi hikayat tentang awal mula Islam bersemi di dataran Cina. Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa para sahabat Rasul yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia (Ethopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraish jahiliyah. Mereka antara lain : Ruqayyah (anak perempuan Nabi),  Ustman bin Affan (suami Ruqayyah), Sa’ad bin Abi Waqqas (paman Rasulullah SAW) dan sejumlah sahabat lainnya.
Para sahabat yang hijrah ke Etopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus di kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581 M – 618 M).
Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Sa’ad Abi Waqqas dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethopia pada tahun 616 M. Setelah sampai di Cina, Sa’ad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa kitab suci Alquran. Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina pada 615 M – kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Sa’ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina. Konon, Sa’ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys’ Mazars.
Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang pada tahun 651 M. Kaisar pun lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton – masjid pertama yang berdiri di daratan Cina. Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.
Agama islam pada zaman dinasti song
Pada zaman Dinasti Song, agama Islam dianggap lebih mulia oleh rakyat China, agama Islam telah mulai berkembang di China dan kawasan kediaman penduduk beragama Islam lebih luas. Banyak orang asing yang beragama Islam tinggal di bandar Guangzhou di provinsi Guangdong dan bandar Quanzhou di provinsi Fujian secara berkumpulan. Masjid pada zaman Dinasti Song yang masih ada sekarang sudah tidak banyak, yang paling terkenal ialah masjid “Qing Jing Si” dibandar Quanzhou.
Zaman Dinasti Yuan merupakan zaman yang paling penting bagi perkembangan agama Islam di China, karena Agama Islam di China berkembang paling pesat dan paling makmur pada zaman itu dan mempunyai kedudukan yang penting, arena politik dan kehidupan masyarakat. Penduduk yang menganut agama Islam bertambah pesat, dan warga Islam China banyak mengadakan perhubungan dengan dunia Arab. Masjid di China pada zaman itu bertambah banyak. Selain bercirikan seni Arab, reka bentuknya telah menerima seni China, karena banyak menggunakan kayu yang diukir.
Pada zaman Dinasti Ming, perkembangan agama Islam di China telah menghadapi rintangan, maharaja pertama Dinasti Ming memandang rendah terhadap agama Islam. Baginda mengeluarkan perintah untuk melarang rakyat menyembelih lembu secara tersendiri dan beberapa dasar yang mendiskriminasi umat Islam, termasuk orang Islam tidak boleh menjadi pegawai kerajaan dan lain-lainnya. Ini telah mencetuskan kemarahan umat Islam di China dan penduduk Islam mengadakan pemberontakan di ibu kota negara.
Masjid dan Perkembangan Islam di Cina
Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti ‘agama yang murni’. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran ‘Buddha Ma-hia-wu’ (Nabi Muhammad SAW). Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim.
Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban. Tak bisa dipungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya antara lain, ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M.
Sejak itu, para saudagar dan pelaut dari Arab membina hubungan dagang dengan `Middle Kingdom’ – julukan Cina.  Untuk bisa berkongsi dengan para saudagar Cina, para pelaut dan saudagar Arab dengan gagah berani mengarungi ganasnya samudera. Mereka `angkat layar’ dari Basra di Teluk Arab dan kota Siraf di Teluk Persia menuju lautan Samudera Hindia.
Sebelum sampai ke daratan Cina, para pelaut dan saudagar Arab melintasi Srilanka dan mengarahkan kapalnya ke Selat Malaka. Setelah itu, mereka berlego jangkar di pelabuhan Guangzhou atau orang Arab menyebutnya Khanfu. Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina. Sejak itu banyak orang Arab yang menetap di Cina.
Kebudayaan Islam mempunyai kedudukan yang penting dalam kebudayaan China, umat Islam di China pernah memberi sumbangan yang besar terhadap perkembangan sains dan teknologi China. Kalender yang dicipta oleh umat Islam pernah digunakan di China dalam waktu yang panjang. Alat pandu arah angkasa yang dicipta oleh seorang ahli ilmu falak yang bernama Zamaruddin pada Dinasti Yuan sangat populer di China. Ilmu matematik yang dikembangkan dari Arab telah diterima oleh orang China. Ilmu perobatan Arab juga menjadi sebagian daripada ilmu perobatan China. Umat Islam juga terkenal dengan pembuatan meriam di China, Dinasti Yuan menggunakan sejenis meriam yang dikenali sebagai meriam etnik Huizu yang diciptakan oleh orang Islam China. Meriam itu tidak menggunakan bahan letupan, tetapi menggunakan batu sebagai peluru, dan meriam itu sangat populer di China pada zaman itu. Selain itu, orang Islam juga terkenal dengan teknik pembinaan dan menenun.
Untuk menunjukkan kekaguman dan penghormatannya terhadap Islam, kaisar lantas mendirikan masjid pertama di Cina. Masjid Canton (Memorial Mosque) sampai saat ini masih berdiri tegak dan telah berusia 14 abad. Masjid ini adalah saksi bisu perkembangan Islam di negeri tirai bambu itu. Setelah itu, hubungan Islam dan Cina berkembang pesat hingga muncul perkampungan Muslim. Yang pertama dibangun adalah Cheng Aan.
Pada tahun ke 133 Hijriah terjadi pertempuran besar yang menentukan sejarah Islam di Asia Tengah. Pasukan Muslim dipimpin Ziyad. Meski tak jelas berapa korbannya, Cina mengalami kekalahan menyedihkan dalam pertempuran kali ini. Setelah kemenangan itu, Muslim mengontrol penuh hampir seluruh wilayah Asia Tengah. Kemenangan itu membuka pintu lebar-lebar bagi ulama Islam.
Pada tahun 138 Hijrah, Jenderal Lieu Chen melakukan pemberontakan melawan Kaisar Sehwan Tsung. Untuk menumpas pemberontakan itu kaisar memohon pertolongan Khalifah Al Mansur dari dinasti Abbasiyah. Al Mansur menyanggupi dengan mengirim 4 ribu tentaranya ke Cina. Bantuan ini membuat kaisar bisa menghadapi para pemberontak.
Itulah mula pertama hingga tentara Turki mulai hadir di Cina. Mereka menetap dan lantas menikahi perempuan Cina. Saat ini ulama Cina berkembang baik dalam bidang ilmu agama maupun filsafat dan sosial. Bahkan tak sedikit yang ikut mewarnai filsafat Confusius. Namun belakangan umat Islam menghadapi banyak masalah. Kehidupan yang sangat keras dialami saat dinasti Manchu berkuasa (1644-1911 Masehi). Terjadi perseteruan paling keras di mana terjadi lima kali perang yakni Lanchu, Che Kanio, Singkiang, Uunanan dan Shansi. Muslim mengalami kekalahan dalam pertempuran kali ini. Korban yang jatuh tak terhitung dan mengakibatkan menyusutnya jumlah Muslim hingga sepertiganya saja.
Setelah kekalahan menyakitkan itu jumlah Muslim kembali berkembang. Diperkirakan ada 60 juta umat Islam. Mereka bukan cuma mengerti teori tapi juga praktik. Mereka mengenal rukun Islam, konsep halal dan haram dan sempat memimpin peradaban di Cina. Umat Islam punya babak baru pada masa Mao Tse Tung (1893-1976). Negarawan besar ini juga punya hubungan khusus dengan umat Islam. Ketika dia menetapkan markasnya ke Niyan, umat Islam Cina mendukungnya penuh. Bahkan sebagian Musilm ikut bergabung dalam tentara Merahnya meski sebagian menyembunyikan agama asli.
Pada 1954 pemerintah menjamin kebebasan untuk melakukan shalat, upacara ritual dan budaya serta sosial sendiri. Sebagai perbandingan terhadap etnis minoritas lainnya, mereka juga diberi kebebasan terutama menjalin hubungan dengan muslim lain di dunia. Belakangan memang pemerintah Cina memberi perlakuan khusus bagi mereka. Caranya dengan memberikan otonomi atau provinsi khusus buat mereka. Pemerintah Cina memberi hak khusus kepada etnik minoritas. Sebagai bukti, di luar dari 22 provinsi ada lima daerah otonomi penuh yang didasarkan pada pengakuan atas hak warga minoritas bukan saja Muslim tapi juga etnik lain.
Wilayah itu adalah Zhuang di Guangxi Zhuangzu, Hui-wilayah muslim di Ningxia Huizu, Uygurs di Xinjiang Uygurs, Tibet di Tibet, dan Mongol di wilayah khusus Mongol. Wilayah khusus lain dibedakan lantaran perjanjian dengan Inggris seperti Hongkong yang telah dikembalikan secara resmi.
Islam di Cina kental dengan muatan lokal. Kondisinya mirip dengan di Indonesia terutama wilayah Jawa. Desain masjid atau rumah-rumah hunian Muslim Cina mengambil budaya setempat. Warna merah, kuning dan bahkan kepercayaan terhadap unsur yin dan yang juga diyakini umat Islam. Muslim Cina masih menghormati dan bahkan meyakini kepercayaan leluhur.
Arsitektur masjid misalnya. Kubahnya dibuat model Cina. Pada pintunya terdapat tabir tipis dari plastik sebagai pencegah bala. Bagi masyarakat Cina, terlarang pintu yang menghadap ke depan. Biasanya pintu dibuat agak berliku. Dan jika langsung menghadap depan akan ada tirai yang menghalangi. Sebuah perbedaan yang bisa disaksikan secara kasat mata adalah bahwa Muslim tinggal berkelompok. Ini memudahkan mereka mencari makanan halal. Hanya di perkampungan Muslim kita bisa mendapatkan daging dan makanan halal lain. Di tempat lain makanan halal sulit ditemukan. Buku-buku agamapun ditulis dalam bahasa Han. Hadis, fikih, ahlak dan sejarah diterbitkan dalam bahasa lokal.
Penulis seperti Ma Chu, Leo Tse dan Chang Chung (1500-1700 Masehi) adalah tokoh yang berjasa menerjemahkan teks Arab dan Parsi kedalam bahasa lokal. Bahkan di antara buku-buku tersebut ada yang ajarannya bercampur dengan pengajaran filsafat Confusius.  Penerjemahan Alquran pertama dilakukan pada abad 19. Ma Pu Shu mencoba menerjemahkan lima juz saja. Meski belum lengkap, apa yang ia kerjakan sangat berjasa bagi Muslim lokal. Abad 20 adalah masa sukses bagi umat Islam Cina. Sejumlah ulama berusaha meneruskan langkah Ma Pu Shu. Bukan saja Alquran, penerjemahan juga dilakukan terhadap teks agama lain seperti hadis Arbain an-Nawawy. Adalah Syaikh Wang Jing Chai dan Yang Shi Chian yang berjasa melakukannya.
Filsafat dan ilmu pengetahuan sosial lainnya adalah keuntungan yang diperoleh dari ulama Islam Cina. Telaah yang dilakukan Wang Dai Yu dan Liu Tsi pada masa Dinasti Ming dan Chend sangat berjasa bukan saja bagi pengembangan filsafat Islam tapi juga pemikiran filsafat Cina.
Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di Cina. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara Cina dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut. Orang Bukhara itu lalu menetap di di antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias ‘So-Fei Er’. Dia bergelar `bapak’ komunitas Muslim di Cina.
Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di Cina semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi Cina Han.Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq.
Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka, termasuk Lan Yu Who. Pada 1388, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Tak lama setelah itu muncul Laksamana Cheng Ho – seorang pelaut Muslim andal.
Masa Surut Islam di Daratan Cina
Saat Dinasti Ming berkuasa, imigran dari negara-negara Muslim mulai dilarang dan dibatasi. Cina pun berubah menjadi negara yang mengisolasi diri. Muslim di Cina pun mulai menggunakan dialek bahasa Cina. Arsitektur Masjid pun mulai mengikuti tradisi Cina. Pada era ini Nanjing menjadi pusat studi Islam yang penting. Setelah itu hubungan penguasa Cina dengan Islam mulai memburuk.
Hubungan antara Muslim dengan penguasa Cina mulai memburuk sejak Dinasti Qing (1644-1911) berkuasa. Tak cuma dengan penguasa, relasi Muslim dengan masyarakat Cina lainnya menjadi makin sulit. Dinasti Qing melarang berbagai kegiatan Keislaman.Menyembelih hewan qurban pada setiap Idul Adha dilarang. Umat Islam tak boleh lagi membangun masjid. Bahkan, penguasa dari Dinasti Qing juga tak membolehkan umat Islam menunaikan rukun Islam kelima – menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah. Taktik adu domba pun diterapkan penguasa untuk memecah belah umat Islam yang terdiri dari bangsa Han, Tibet dan Mogol. Akibatnya ketiga suku penganut Islam itu saling bermusuhan. Tindakan represif Dinasti Qing itu memicu pemberontakan Panthay yang terjadi di provinsi Yunan dari 1855 M hingga 1873 M.
Setelah jatuhnya Dinasti Qing, Sun Yat Sen akhirnya mendirikan Republik Cina. Rakyat Han, Hui (Muslim), Meng (Mongol) dan Tsang (Tibet) berada di bawah Republik Cina. Pada 1911, Provinsi Qinhai, Gansu dan Ningxia berada dalam kekuasaan Muslim yakni keluarga Ma. Kondisi umat Islam di Cina makin memburuk ketika terjadi Revolusi Budaya. Pemerintah mulai mengendorkan kebijakannya kepada Muslim pada 1978. Kini Islam kembali menggeliat di Cina. Hal itu ditandai dengan banyaknya masjid serta aktivitas Muslim antaretnis di Cina.



Kesimpulan :
Kedatangan Islam ke Cina tercatat dalam kitab sejarah Chiu T’hang Shu yang menyebutkan bahwa Cina pernah menerima kunjungan diplomatik dari orang-orang Ta Shih (Arab) yang diutus oleh Tan mi mo ni’ (Amirul Mukminin), yakni Khalifah Utsman bin Affan.  Utsman menugaskan Sa'ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina. Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton, masjid pertama di daratan Cina. Pada masa Dinasti Tang, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya, sehingga dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.
Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti 'agama yang murni' dan menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran Buddha Ma-hia-wu (Nabi Muhammad SAW).
Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song berkuasa, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim.
Cina yang sebelumnya terkenal dengan nama RRC (Republik Rakyat China ) terletak di wilayah Asia Timur berbatasan dengan 14 negara tetangga Korea Utara, Mongolia, Rusia, Vietnam, Laos, Birma, India, Bhutan, Nepal, Pakistan dan negara-negara lainnya. Agama Islam telah tersebar di China selama lebih 1300 tahun.



Daftar pustaka
            Arnold, Thomas Walker. 1984. The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith
http://putramahkotaofscout.blogspot.com/